Sejak diturunkan empat belas abad yang lalu, umat Islam senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an menggunakan berbagai macam cara. Mulai dari mengimani isi dan kandungannya, membaca dan menghafal ayat-ayatnya, sampai upaya untuk menggali maknanya (tafsir).
Dalam konteks menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, tradisi ini sudah berjalan sejak masa pewahyuan berlangsung. Saat ayat Al-Qur’an diturunkan, Nabi Saw. memerintahkan para sahabat untuk mencatat Al-Qur’an dan juga memerintahkan mereka untuk menghafalnya. Sejarah mencatat beberapa nama sahabat yang populer sebagai penghafal Al-Qur’an, seperti khulafā’ur rāsyidin, Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, dan sebagainya.
Tradisi menghafal ayat-ayat Al-Qur’an ini terus berlangsung hingga saat ini. Munculnya para penghafal Al-Qur’an dari generasi ke generasi menandakan penjagaan atau pemeliharaan secara tidak langsung dari Allah Swt. terhadap Al-Qur’an. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Sungguh Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami pula yang benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr ayat 9).
Agama islam memerintahkan kepada umatnya untuk mempelajari serta mengajarkan kitab
suci Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber ajaran islam yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tugas ini menjadi tanggung jawab kita semua khususnya bagi para orang tua.
Mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak merupakan amalan Salafusshalih. Mereka membacakan Al-Quran kepada anak-anak kecil mereka dan menyediakan waktu khusus untuk mengajar dan menghafal Al-Quran kepada anak-anak mereka. Dan jika ada di antara mereka yang tidak mampu, maka mereka akan mengantarkan anak-anak mereka kepada seorang pendidik, dan mengisyaratkan kepada pendidik tersebut untuk mengajarkan al-Quran. Sehingga lisan mereka menjadi lurus, hati mereka menjadi tinggi, hati mereka menjadi tenang, air mata mereka menjadi berlinang dan iman pun meresap di dalam jiwa mereka.
Jika kita berkaca terhadap ulama-ulama terdahulu, banyak sekali dari mereka yang sudah menghafalkan Al-Qur’an sejak masih usia dini. Imam Syafi’I misalnya, yang telah menghafal Al-Qur’an sejak usia 7 tahun. Ibnu Sina yang hafal Al-Qur’an usia 5 tahun. Ibnu Khaldun yang menghafal Al-Qur’an saat masih berusia 7 tahun, dan masih banyak ulama-ulama lainnya.
Untuk bisa menghasilkan ulama besar seperti halnya ulama terdahulu, tentu kemampuan menghafal Al-Quran harus bahkan wajib disiapkan sedini mungkin. Karena menghafal Al-Quran tak hanya menghasilkan hafalan Al-Quran, tapi hakikatnya melatih kecerdesan yang sangat hebat. Ketika di usia belia sudah hafal Al-Quran, maka pada usia selanjutnya sangat potensial untuk menguasai ilmu lain.
Upaya untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur’an bukanlah perkerjaan yang mudah. Butuh kesabaran, keuletan dan keistiqomahan di dalam semua prosesnya, mulai dari menghafal, sampai murāja’ah (mengulang-ulang) untuk menjaga hafalannya agar tidak lupa.
Saat ini, mulai banyak muncul lembaga yang fokus pada tahfiz Al-Qur’an, baik itu berupa Lembaga Pendidikan pesantren maupun Lembaga Pendidikan non-pesantren. Masing-masing Lembaga tersebut berjalan dengan metode masing-masing dan bertujuan untuk memudahkan umat Islam dalam belajar membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.
Oleh karena banyaknya alternatif metode yang dikembangkan dalam rangka memudahkan dalam menghafal Al-Qur’an, pada akhirnya membuat minat masyarakat muslim untuk mempelajari Al-Qur’an semakin meningkat. Bahkan keinginan untuk belajar membaca hingga menghafal Al-Qur’an pun muncul sejak usia anak-anak.
Ada banyak lembaga yang menyiapkan program tahfiz Al-Qur’an untuk anak-anak. Quranic School adalah salah satunya. Kami hadir di tengah-tengah masyarakat untuk memudahkan para orang tua dalam membimbing anak-anak belajar dan menghafal Al-Qur’an. Dengan pengaturan jadwal belajar yang fleksibel serta pengelolaan yang professional, kami dapat menjadi solusi bagi para orang tua dalam mengarahkan dan mendidik anak-anak belajar dan menghafal Al-Qur’an.